Welcome

Jumat, 25 April 2014

Undang-undang No. 19 Mengenai Hak Cipta Dan Contoh Kasusnya

A. Pengertian Hak Cipta

Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

B. Perkembangan Hak Cipta Indonesia

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.

Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.

Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

C. Hak yang Tercantum Dalam Hak Cipta

1Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  • membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  • mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  • menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  • menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  • menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.

Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".

Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.

Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

2. Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.

Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droit d'aueteur, author right) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" (Hutagalung, 2012).

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

D. Contoh Kasus Pada Hak Cipta

Jakarta - Perseteruan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dengan restoran cepat saji A&W menyeret nama penyanyi kondang Glenn Fredly. Glenn yang lagunya ikut diputar oleh restoran A&W tanpa izin akan menjadi saksi kasus tersebut. "Nama Glenn sudah ada di dalam BAP, dia akan jadi saksi di pengadilan nanti," jelas Mahendradatta selaku kuasa hukum YKCI di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, kawasan Kebayoran Baru, Kamis (9/11/2006). Selaku pemegang kuasa yang sah dari 2500 pencipta lagu, YKCI pada Senin (20/3/2006) melaporkan A&W Family Restaurant ke Polres Metro Jakarta Selatan. Oleh YKCI, restoran cepat saji tersebut dianggap telah memutar lagu-lagu penyanyi Indonesia maupun mancanegera tanpa seizin si pencipta lagu. Selain Glenn, mereka yang juga ikut dirugikan A&W diantaranya Radja, Tito Sumarsono dan Andre Hehanusa. YKCI menduga pelanggaran yang dilakukan A&W tersebut telah berlangsung selama delapan tahun yaitu sejak 1998-2006. A&W dianggap melanggar pasal 72 Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jika diketahui bersalah, Direktur A&W Zaina Siman yang menjadi tersangka kasus ini, diancam 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Pada Kamis (9/11/2006) ini kasus perseteruan A&W dengan YKCI sudah sampai pada tahap penyerahan bukti ke Kejaksaan Negeri Jakara Selatan. Sejumlah pengurus YKCI dan kuasa hukum yayasan tersebut ikut datang untuk membuktikan kalau kasus pelanggaran hak cipta ini memang serius ditangani mereka. Menurut Mahendradatta, bukti yang diserahkan adalah seperangkat komputer dan daftar lagu-lagu yang diputar tanpa izin Sebenarnya sebelum akhirnya melaporkan A&W ke Polres Jakarta Selatan, YKCI sudah telebih dahulu menyarankan pada A&W untuk mentaati UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Sayangnya saran YKCI tersebut dianggap angin lalu oleh restoran franchise asal Amerika Serikat itu. "Tadinya tidak menentang. Tapi kemudian mereka diberi informasi oleh sekelompok produser kalau pencipta lagu itu sudah tidak punya hak apa-apa. Padahal itu salah," jelas Mahendradatta. Restoran A&W dilanjutkan Mahendradatta hanyalah salah satu contoh dari banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia. Sebenarnya masih ada sejumlah restoran lain dan hotel yang melakukan kesalahan sama seperti A&W.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://nuzululkarima.blogspot.com/2011/06/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar